Perjuangan Tanpa Kata: Bagaimana Seorang Ayah Menyembunyikan Lukanya

Perjuangan Tanpa Kata: Bagaimana Seorang Ayah Menyembunyikan Lukanya
Medan Tembung, Kota Medan - (15/03/25) Ayah, sosok yang seringkali tergambarkan sebagai pilar keluarga, memiliki peran yang jauh lebih dalam dari sekadar pencari nafkah. Ia rela memperjuangkan apapun untuk keluarga. Seperti saat siang itu, saat mentari sudah mulai menunjukkan teriknya hari, Jestham melihat seorang Bapak renta yang sedang menjualkan tisu dagangannya menggunakan sepeda usang yang Ia tuntun berjalan.
Ia tampak ringkih, namun dibalik fisik yang lemah itu tersimpan tekad baja untuk menafkahi anak dan istri di rumah. Sejak pagi hari, Ia telah berkeliling menuntun sepeda usangnya, namun hingga siang hanya berhasil menjual satu bungkus tisu. Wajahnya yang lelah tetap memancarkan semangat ketika menceritakan tentang keluarganya yang utuh. Sang istri bekerja sebagai asisten rumah tangga, sementara kedua anaknya menjadi kebanggaan hidupnya. Salah seorang anaknya memang memiliki keterbatasan, namun justru itulah yang membuatnya semakin bersyukur dan bangga sebagai seorang ayah.

Dengan mata yang berkaca-kaca, sang Bapak mengungkapkan tekadnya untuk terus berjuang demi menyekolahkan anak-anaknya yang semangat menuntut ilmu tak kenal oleh keterbatasan salah satu anak yang Ia miliki, anak yang istimewa ini bahkan sangat antusias mengaji, yang mana selain belajar namun juga menunaikan ibadah untuk tetap mengingat Tuhan. Jestham merasa sangat tersentuh mendengar perjuangan keras Bapak tua itu dalam menghadapi kesulitan berdagang di masa yang serba sulit ini. Melihat tisu-tisu yang masih tersisa tergantung di sepeda usangnya, hati Jestham tergerak untuk memberikan pertolongan.
"Bapak, kalau misalnya saya ada rezeki dari Tuhan, saya borong semua boleh enggak?" tanya Jestham. Sang Bapak terkejut, "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Nak," katanya sambil terus mengucap syukur. Jestham membeli habis dagangannya dengan sedikit melebihkan sebuah rezeki yang sudah direncanakan Tuhan agar dilimpahkan kepada sang Bapak dan keluarga.
Sangat tak menyangka akan mendapatkan pemberian tersebut, membuatnya sangat haru tak henti-henti memanjatkan syukur. "Mudah-mudahan selalu diberi rezeki yang lancar, ya, Nak." doanya tulus untuk Jestham. Dalam percakapan lanjutan, terungkap bahwa Bapak ini sudah berjualan sejak pagi hari dengan sepeda usangnya. Di usianya yang 60 tahun, Ia masih bersemangat bekerja demi anak-anaknya yang masih sekolah.
Dengan teguh, Bapak itu menjelaskan bahwa semangatnya berjualan adalah untuk menafkahi anak dan istri, membiayai sekolah, serta kebutuhan hidup sehari-hari. Saat ditanya menu berbuka puasa, Ia menjawab dengan sederhana, ingin berbuka dengan ikan, teringat dengan santapan biasanya, kadang hanya makan tempe atau tahu. Melihat ketabahannya, Jestham pun menguatkan sang Bapak dengan nasihat bijak bahwa dalam hidup ini, kita sebaiknya tidak menghitung kesusahan yang ada, melainkan mensyukuri segala kebaikan Tuhan yang jauh lebih banyak diberikan dalam kehidupan.
Di balik wajah lelah dan keringat yang menetes, tersembunyi kekuatan luar biasa untuk memberikan yang terbaik bagi keluarga. Seperti kata pepatah, "Seorang ayah bukanlah jangkar yang menahan kita, bukan pula layar yang membawa kita ke sana, tetapi cahaya bintang yang arahnya kita ikuti." Sehat selalu, Bapak.