Pedal Duka: Ayah, Becak, dan Dendam Tak Kasat Mata

Pedal Duka: Ayah, Becak, dan Dendam Tak Kasat Mata
Medan Tembung, Kota Medan - (07/01/25) Kehilangan seseorang yang kita sayangi adalah luka yang tak mudah sembuh. Hanya waktu, doa, dan keikhlasan yang perlahan membantu hati pulih. Pada sebuah Jumat yang penuh berkah, Jestham bertemu dengan seorang Bapak penarik becak yang usianya sudah tidak lagi muda. Dengan tulus, Jestham menyerahkan sembako yang Ia bagi-bagikan itu kepada sang Bapak sebagai bentuk kepedulian. Namun, pertemuan singkat itu justru membuka kisah pilu yang menyentuh hati.
Bapak tersebut bercerita bahwa Ia telah kehilangan seorang anaknya. Dengan suara bergetar, Ia mengisahkan bagaimana anaknya meninggal dalam keadaan tragis, diduga menjadi korban santet. "Jarum dan paku keluar dari perutnya," ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Meski telah dibawa ke rumah sakit dan bahkan ke dukun, nyawa anaknya tak tertolong. Lebih menyayat hati, proses pemakamannya pun harus dilakukan di tengah hujan dan angin kencang karena akses yang sulit.
Meski didera kesedihan, Bapak itu tetap tegar. Ia terus bekerja menarik becak demi menghidupi istri dan dua anaknya yang masih hidup. Yang membuat Jestham terharu, Bapak ini tetap menjalankan ibadah puasa ditengah terik sulitnya Ia mendapatkan pelanggan seperti saat di hari itu, "Penghasilan tidak tentu, kadang Rp30-40 ribu," katanya dengan rendah hati. Ketabahannya mengayuh becak di tengah terik dan lapar sungguh menginspirasi.

Ketika Jestham menanyakan harapannya untuk keluarga, Bapak itu tersenyum lemah. "Untuk istriku, terima kasih telah menemani dalam suka dan duka. Untuk anak-anakku, semoga mereka sehat dan menjadi anak yang salehah," ucapnya penuh doa. Air matanya tak terbendung saat mengingat anak yang telah pergi, namun Ia tetap bersyukur atas kasih sayang yang pernah Ia berikan.
Jestham pun tak kuasa menahan haru. Ia memberikan sedikit rezeki yang Ia titipkan untuk Bapak tersebut. "Bapak, Ini ada rezeki dari Tuhan, semoga bisa meringankan beban Bapak," katanya. Sang Bapak pun menangis, mengucap syukur sambil mengingat anak tersayangnya yang telah lama mendahului.
Perjumpaan singkat itu meninggalkan kesan mendalam. Ketabahan sang Bapak mengajarkan arti ikhlas dan kesabaran. Di balik kesederhanaannya, Ia adalah pahlawan bagi keluarganya yang tetap berdiri kokoh meskipun badai hidup menerpa. Jestham berdoa agar Bapak itu dan keluarganya selalu diberi kesehatan, ketenangan, dan rezeki yang berkah.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap senyum, bisa saja tersimpan duka yang dalam. Namun, selama masih ada cinta dan iman, harapan tak pernah benar-benar padam. Seperti sang Bapak, kita pun bisa belajar untuk tetap kuat, bersyukur, dan percaya bahwa setiap langkah kita tidak pernah sendirian, Tuhan selalu mengiringi.