Rindu yang Tak Pernah Usai: Kisah Seorang Ayah yang Ditinggalkan

Rindu yang Tak Pernah Usai: Kisah Seorang Ayah yang Ditinggalkan
Kota Medan, Sumatera Utara - (11/05/25) Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, terkadang kita dipertemukan dengan momen yang menyentuh hati. Seperti yang dialami oleh Jestham, Ia tak sengaja bertemu dengan seorang Bapak tua renta berpakaian lusuh, menuntun sepeda reyot penuh barang rongsokan. Tanpa pikir panjang, Jestham menawarkan bantuan untuk membelikan kebutuhan pokok sang Bapak. Kebahagiaan pun terpancar dari wajahnya saat menerima bantuan dengan hati yang lapang. Mereka pun berbelanja bersama, dan di situlah kisah pilu sang Bapak mulai terungkap.
Sambil memilih beras, minyak, dan sabun, Bapak itu bercerita bahwa Ia hidup sebatang kara setelah ditinggal istri dan dilupakan kedua anaknya selama puluhan tahun. "Anakku di Batam, sudah 30 tahun tidak pulang," ujarnya dengan suara bergetar. Bahkan, Ia mengaku tak pernah menerima telepon atau kabar dari mereka. Hidupnya bergantung pada hasil mulung, dan seringkali Ia menahan lapar karena tak memiliki uang sepeser pun. Jestham pun tak kuasa menahan haru mendengar ceritanya.
Di antara tumpukan sembako, Bapak itu juga memilih kopi, sarden, dan mi instan. "Saya masak sendiri di rumah," katanya sambil tersenyum sederhana. Ketika ditanya apakah Ia ingin buah atau roti, Ia hanya mengangguk malu-malu, seolah tak terbiasa memilih makanan enak. Jestham pun tak ingin melewatkan kesempatan untuk membelikannya obat batuk dan vitamin, mengingat kondisi fisik Bapak yang sudah renta.

Air mata pun menetes ketika Bapak itu bercerita bagaimana Ia sering begadang karena kesepian. "Kadang pagi-pagi baru bisa tidur," akunya. Ia juga mengungkapkan bahwa anak perempuannya, Mariana, sudah 8 tahun tidak menjenguknya sejak menikah. "Sering baca koran, siapa tahu ada kabar tentang mereka," ujarnya dengan suara lirih. Jestham terenyuh mendengar betapa Ia masih berharap anak-anaknya suatu hari akan kembali.
Di tengah kepedihan hidupnya, Bapak tua itu tetap menunjukkan sikap bersyukur. Jestham pun teringat akan banyak orang yang sering mengeluh tentang makanan yang kurang enak, sementara Bapak ini justru harus menahan lapar seharian karena tak memiliki apa-apa. Melihat ketabahan sang Bapak, Jestham semakin menyadari pentingnya bersyukur atas nikmat yang sering dianggap remeh. Sebagai bentuk perhatian, Ia memberikan sejumlah uang tambahan agar Bapak itu bisa membeli ayam goreng, makanan sederhana yang ternyata menjadi sesuatu yang sangat diidamkannya namun jarang bisa Ia dapatkan.
Di balik wajah-wajah lusuh yang kita temui di jalan, ada cerita pilu yang layak didengar. Ketulusan seorang Bapak tua yang masih menyimpan cinta untuk anak-anaknya, meski mereka melupakannya, adalah pelajaran berharga tentang kasih sayang dan pengorbanan. Semoga kebaikan Jestham menjadi inspirasi bagi kita semua untuk peduli pada sesama, karena sedikit bantuan bisa berarti segalanya bagi mereka yang membutuhkan.