Peyek dan Doa: Sebuah Cinta Abadi yang Terus Berjuang di Tengah Usia Senja

Peyek dan Doa: Sebuah Cinta Abadi yang Terus Berjuang di Tengah Usia Senja
Kota Medan - (06/04/25) Di sebuah jalan kecil yang ramai dilalui, seorang Kakek berusia 84 tahun terlihat perlahan mengayuh sepeda tuanya sambil menjajakan peyek buatan sang istri. Meski tubuhnya sudah renta, tekadnya untuk mencari nafkah tak pernah luntur. Setiap hari, Ia berkeliling menawarkan dagangannya, berharap rezeki yang halal dan berkah, terlebih di bulan suci Ramadan ini. Kisahnya tak hanya tentang perjuangan, tetapi juga tentang cinta dan pengabdian tulus kepada sang istri tercinta.
Suatu hari, Jestham dan rekan-rekannya tak sengaja berpapasan dengan sang Kakek di pinggir jalan. Melihat ketulusan dan semangatnya, Jestham pun terketuk hatinya. Dalam percakapan singkat, terungkap bahwa Kakek ini menjual peyek untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan istrinya. "Semangat jualannya buat siapa, Pak?" tanya Jestham. Dengan senyum sederhana, Kakek itu menjawab, "Buat nenek," jawaban singkat itu menyimpan kedalaman cinta dan tanggung jawab yang luar biasa.

Kakek yang lahir pada 13 Maret 1941 ini bercerita bahwa Ia sudah berjualan sejak lama. Meski usianya sudah kepala delapan, Ia tak mau berhenti berusaha. Pekerjaan ini telah menjadi rutinitasnya selama bertahun-tahun. Yang membuatnya lebih mengharukan, Ia sempat berhenti berjualan selama lima hari karena membantu temannya memperbaiki saluran air. Tanpa memikirkan kerugian, Ia dengan ikhlas mengorbankan waktu dan penghasilannya demi menolong sesama. Ketika ditanya apakah Ia merasa rugi, dengan tegas Ia menyatakan tidak.
Mendengar cerita sang Kakek, Jestham tergerak untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan. Ia memutuskan membeli semua peyek yang tersisa, tak hanya sekadar berbelanja, tetapi juga ingin meringankan beban Kakek tersebut. Saat menghitung harga peyek, Jestham memberikan uang lebih sebagai bentuk sedekah. "Ini hitungan dari Tuhan, rezeki untuk Bapak," ujarnya sambil menyelipkan sejumlah uang. Kakek itu pun terbata-bata mengucap syukur, "Semoga Allah yang membalas."
Doa tulus sang Kakek pun mengalir untuk Jestham dan keluarganya. "Mudah-mudahan sehat, panjang umur, dan usaha lancar," ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Jestham pun membalas dengan doa yang sama, "Bapak sehat-sehat ya, salam buat ibu dan keluarga." Percakapan singkat itu meninggalkan kesan mendalam, mengingatkan kita bahwa kebaikan dan keikhlasan tak mengenal usia.
Kisah Kakek penjual peyek ini adalah bukti bahwa semangat dan ketulusan hati tak pernah lekang oleh waktu. Di usianya yang ke-84, Ia masih setia berjuang untuk sang istri, sekaligus tak segan menolong orang lain meski harus berkorban. Ia mengajarkan kita tentang makna ikhlas, kerja keras, dan cinta yang tak bersyarat.
Di akhir pertemuan, Jestham berpesan agar Kakek itu tidak pernah takut untuk menolong orang lain. Pesan itu menggema, mengingatkan kita semua bahwa dalam hidup, berbagi dan peduli adalah kunci kebahagiaan. Semoga Kakek tersebut dan keluarganya senantiasa diberi kesehatan dan keberkahan, serta menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk terus berbuat baik, apa pun keadaannya.