Kisah Tentang Bapak Yang Menjual Pizza, Tapi Diam-Diam Mengajarkan Arti Luar Biasa dari Ketulusan

Kisah Tentang Bapak Yang Menjual Pizza, Tapi Diam-Diam Mengajarkan Arti Luar Biasa dari Ketulusan
Jl. HM. Jhoni, Kota Medan - (06/05/25) Panggungnya adalah trotoar, propertinya spanduk sederhana, dan penontonnya adalah orang-orang lalu lalang yang jarang berhenti. Tapi Bapak penjual pizza ini tetap bekerja memainkan peran setiap hari sebagai ayah, pencari nafkah, dan pengusaha kecil dengan penghasilan Rp100.000 per hari.
Jestham dan tim tak sengaja melihat seorang Bapak paruh baya berdiri di pinggir jalan sambil memegang spanduk bertuliskan "Pizza 15.000". Penasaran, Jestham pun mendekat dan terkesan dengan semangat Bapak tersebut yang ramah menawarkan berbagai varian rasa pizza homemade. "Ini buatan sendiri, ada enam varian, tapi banyak yang sudah habis," ujar sang Bapak sambil menunjukkan pizza ukuran kecil seharga Rp15.000 dan ukuran besar Rp45.000. Jestham yang tergugah langsung berniat memborong semua dagangannya. Senyum bahagia pun mengembang di wajah sang bapak, "Boleh, boleh!" katanya antusias.

Di balik tawarannya yang sederhana, tersimpan kisah perjuangan hidup yang mengharukan. Bapak berusia 48 tahun ini mengaku baru dua bulan berjualan pizza keliling setelah sebelumnya menganggur di kampung halamannya di Tebing Tinggi. "Saya diajak menantu saya yang sudah setahun berjualan pizza," ceritanya. Demi menghidupi keluarga, empat anak dan satu cucu, Ia rela merantau ke Medan, menyewa rumah, dan bekerja dari pagi hingga larut malam. "Kadang kalau hujan, pizza tidak laku. Sampai jam 11 malam kami masih di jalan," ujarnya dengan wajah lelah namun penuh tekad.
Yang membuat Jestham semakin terharu adalah ketulusan Bapak ini dalam berusaha. Alih-alih menawar harga, Jestham justru membayar lebih dari total Rp510.000 untuk 34 pizza kecil dan 1 pizza besar. "Ini rezeki hari ini untuk Bapak," ucap Jestham. Sang Bapak pun terisak haru, "Alhamdulillah, semoga usaha kami makin dikenal di Medan." Baginya, berdagang adalah jalan terbaik setelah kegagalannya sebagai aktivis petani memperjuangkan tanah warisan.
Perjuangannya tak mudah. Ia harus berpindah-pindah lokasi jualan, dari depan kampus Wilmar hingga Jalan Bromo, kadang di Tanjung Morawa. "Kalau di satu tempat sepi, kami cari spot baru," tuturnya. Meski sering kelelahan karena berdiri berjam-jam, Ia tak pernah mengeluh. Motivasi terbesarnya adalah keluarga. "Apa yang kita tabur, itu yang kita tuai. Saya ingin anak-anak saya dapat contoh baik," ujarnya sambil tersenyum.
Doa dan kerja keras menjadi senjatanya menghadapi hari-hari sepi. Bagi sang Bapak, salat dan tawakal adalah pondasi yang tak tergoyahkan, pengingat bahwa setiap usaha takkan pernah sia-sia di hadapan Sang Pencipta. Jestham pun mengajak publik untuk mendukung Bapak ini jika berpapasan di Medan. "Pizza-nya enak, dan semangatnya luar biasa. Mari dukung UMKM seperti ini!" pesannya. Keteguhan hati bapak membuktikan bahwa kerja keras tak pernah mengkhianati hasil. Semoga setiap langkah diiringi kemudahan, setiap usaha mendatangkan berkah, dan hari-hari depan dihiasi pencapaian yang membanggakan.