Air Mata di Atas Becak: Kisah Haru Sang Kakek Tangguh

oleh Ramanda Aulizabullet
Ditinjau oleh Thomas Iskandar
Sumber: youtube/@ownerjestham
Sumber: youtube/@ownerjestham

Air Mata di Atas Becak: Kisah Haru Sang Kakek Tangguh

Medan Baru, Kota Medan - (02/03/25) Deru mesin dan langkah kaki yang berlalu-lalang menjadi latar belakang seorang Kakek tua yang duduk bersandar pada becaknya, setia menunggu rezeki yang mungkin tak kunjung datang. Kerutnya wajahnya bercerita tentang tahun-tahun yang dijalani dengan sabar, sementara matanya yang redup masih menyimpan harap, mungkin hari ini, nasib akan tersenyum padanya. Dan hari itu, takdir membawanya bertemu dengan kebaikan yang tulus, sebuah pertemuan sederhana yang menyimpan ribuan makna.



Inilah awal pertemuan tak terduga antara Jesica Thamrin yang kerap disapa Jestham dan sang Kakek, dengan beberapa paket sembako di tangan, Jestham pun menghampiri Kakek tersebut. "Ada tumpangan enggak, Pak? Saya mau antar barang," tanyanya ramah. Sang kakek yang semula tertegun seketika berseri-seri. Ia sangat antusias sambil membantu memindahkan barang-barang ke becaknya yang sederhana.



Perjuangan Bapak Becak Merajut Rezeki di Usia Senja
Perjuangan Bapak Becak Merajut Rezeki di Usia Senja


Percakapan hangat pun terjalin. Kakek itu bercerita bahwa Ia hidup sendirian. Ia memiliki seorang anak, tetapi sedang berada dalam penjara, sementara cucu-cucunya yang Ia sayangi tak diketahui keberadaannya. "Sedih juga sendirian di rumah," ujarnya dengan suara lirih. Meski begitu, Kakek itu tetap tegar, memasak sendiri dan bertahan dengan penghasilan dari menarik becak.



Di tengah percakapan, sorot mata sang Kakek tiba-tiba berkaca-kaca saat menceritakan harapannya untuk cucu-cucu yang tak pernah lagi dijumpainya. Meski terpisah oleh jarak dan keadaan, rasa sayangnya tak pernah luntur, Ia terus mendoakan mereka agar senantiasa sehat dan bahagia di mana pun mereka berada. Kesederhanaan ungkapan itu menusuk hati Jestham yang mendengarkan, menjadi bukti nyata betapa cinta seorang Kakek bisa tetap menyala bahkan dalam kesendirian yang paling sunyi.



Jestham mengaku bahwa semua sembako itu memang khusus untuk sang Kakek. "Ini sembako nya untuk Kakek," ujarnya lembut. Tak cukup sampai di situ, Jestham menyelipkan beberapa lembar uang tunai sebagai tambahan rezeki. Saat itulah air mata sang Kakek tak terbendung lagi. "Alhamdulillah... terima kasih," ucapnya gemetar sambil terus mengusap air mata.



Jestham pun memberikan semangat, "Kakek adalah pahlawan yang tak pernah mengeluh. Meski hidup sendirian, Kakek tetap kuat." Kakek itu mengangguk, menguatkan diri dengan keyakinannya pada Tuhan. "Salat selalu, itu yang membuat hati damai," ujarnya. Ia juga berpesan agar anak-anaknya bisa berubah menjadi lebih baik, karena doa adalah kekuatan yang tak terlihat tetapi selalu didengar oleh Sang Pencipta.



Sebelum berpisah, Jestham berpesan agar Kakek itu menggunakan bantuan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan buka puasa dan persiapan Lebaran. Sang Kakek tersenyum lembut, mengucapkan terima kasih berulang kali. "Semangat terus ya, Kek. Sehat selalu," kata Jestham sambil berpamitan.



Di balik kesederhanaan dan kesendirian, ada ketegaran dan cinta yang tak ternilai. Sang Kakek, meski hidup dalam keterbatasan, tetap memancarkan kebaikan dan harapan. Semoga kisahnya menginspirasi kita untuk lebih peduli pada sesama, karena berbagi tak hanya meringankan beban, tetapi juga menghangatkan hati.

Referensihttps://youtu.be/tS2MAx7HBfQ