Gerobak yang Berjalan, Rumah yang Retak: Kisah Abang Batagor di Persimpangan Takdir

Gerobak yang Berjalan, Rumah yang Retak: Kisah Abang Batagor di Persimpangan Takdir
Lubuk Pakam, Deli Serdang - (11/03/25) Di sore yang tenang, sebelum fajar benar-benar pergi, Jestham bertemu dengan Rafli, seorang pemuda berusia 19 tahun yang sedang berjuang menjual sisa dagangan baksonya. Gerobak sederhananya menjadi saksi perjuangannya merantau jauh dari orang tua, hanya untuk bisa mandiri dan membantu keluarga. Rafli, yang baru saja lulus sekolah, telah bekerja keras selama dua bulan, menjajakan bakso dari pagi hingga petang, bahkan terkadang sampai magrib tiba. Melihat dagangannya yang tinggal sedikit, Jestham memutuskan membeli semuanya agar Rafli bisa pulang lebih awal.

Rafli bukanlah anak yang terlahir dalam keluarga utuh. Orang tuanya tinggal di Jambi, sementara Ia merantau ke Medan dan tinggal bersama neneknya. Rindu pada keluarga tak bisa Ia hindari, apalagi mengingat kondisi orang tuanya yang kerap berselisih. "Semoga mereka sehat-sehat saja di sana. Aku hanya ingin keluarga kami tidak lagi bermasalah," ujarnya dengan suara lirih. Rafli adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dan meski jauh dari orang tua, Ia tetap berharap suatu hari bisa membanggakan mereka.
Kehidupan Rafli tidak mudah. Ia harus bekerja keras demi sesuap nasi, sementara anak seusianya mungkin masih menikmati masa-masa kuliah atau bermain. Namun, tekadnya tak pernah pudar. "Aku ingin sukses suatu hari nanti, untuk orang tua," katanya dengan mata berbinar. Jestham, yang mendengar ceritanya, tak kuasa menahan haru. Ia memberikan sedikit rezeki tambahan sebagai bentuk dukungan, yang diterima Rafli dengan rasa syukur yang mendalam.
Percakapan mereka mengalir begitu dalam. Rafli bercerita bahwa Ia sempat pulang ke kampung halaman untuk bertemu sang Ibu, namun akhirnya memutuskan kembali ke Medan demi bekerja. "Aku ikut nenek di sini. Baru-baru saja, karena sebelumnya sempat tinggal dengan mama," ungkapnya. Jestham mengangguk paham, menyadari betapa berat perjalanan hidup yang harus dilalui Rafli di usia yang masih sangat muda.
"Mungkin kita terlahir di keluarga yang Tuhan izinkan segala cobaan terjadi, bukan untuk dipelajari, tapi untuk diambil hikmahnya," ujar Jestham, mencoba menguatkan hati Rafli. Ia berpesan agar Rafli tidak menyerah, tetap berusaha, dan percaya bahwa Tuhan punya rencana terbaik. "Lakukan yang terbaik, balut dengan doa, dan biarkan sisanya menjadi bagian dari cara kerja-Nya," tambahnya.
Rafli mengiyakan dengan senyum kecil. Meski hidup tak selalu adil, Ia memilih untuk tetap bersyukur dan berjuang. Cita-citanya sederhana, menjadi orang sukses yang bisa membahagiakan orang tua dan adik-adiknya. "Jangan lupa salat dan jaga kesehatan," pesan Jestham sebelum berpamitan. Rafli mengangguk, mengucapkan terima kasih dengan hati yang hangat.
Di balik setiap perjuangan Rafli, tersimpan harapan besar bahwa suatu hari, Ia akan melihat keluarganya utuh kembali. Sementara itu, Ia akan terus melangkah, mengukir kisahnya sendiri dengan kerja keras, doa, dan keyakinan bahwa Tuhan tidak pernah tidur. Teruslah semangat, Rafli! Dunia mungkin tak selalu memberimu kemudahan, tapi selama kau berusaha, jalan itu pasti akan terbuka.