Di Balik Peluh, Ada Cinta: Uluran Tangan untuk Sang Pejuang Jalanan

Di Balik Peluh, Ada Cinta: Uluran Tangan untuk Sang Pejuang Jalanan
Medan Sunggal, Kota Medan - (25/05/25) Satu dari sudut jalan yang ramai, Jestham melihat seorang Bapak tua renta duduk di becaknya yang sudah reot. Wajahnya yang berkeriput dan tangan yang bergetar halus menunjukkan betapa kerasnya perjuangan hidup yang Ia jalani. Meski usianya sudah menginjak 73 tahun, semangatnya untuk mencari nafkah tak pernah pudar. Tanpa pikir panjang, Jestham menghampiri dan mengajaknya berbelanja sembako gratis. Dengan senyum lebar, Bapak Aliandu, begitu Ia memperkenalkan diri, mengiyakan ajakan baik itu. Pertemuan sederhana ini menjadi awal dari sebuah momen penuh makna.
Di dalam minimarket terdekat, Jestham dengan sabar membantu Bapak Aliandu memilih berbagai kebutuhan pokok. Satu per satu, beras, minyak goreng, gula pasir, kopi favorit, hingga camilan untuk delapan cucu kesayangannya mereka masukkan ke dalam keranjang belanja. Wajah sang Kakek tampak berseri-seri, matanya berbinar penuh rasa syukur dan kebahagiaan yang tak terkira. Setiap barang yang berhasil mereka dapatkan seolah menjadi jawaban atas segala doa dan harapan yang selama ini Ia panjatkan dengan tekun. Selain memberikan bantuan berupa kebutuhan pokok, Jestham juga menyempatkan diri untuk mendengarkan dengan penuh perhatian setiap cerita dan keluh kesah yang disampaikan oleh Bapak Aliandu tentang perjalanan hidupnya yang penuh liku dan tantangan.
Di tengah obrolan mereka, Bapak Aliandu bercerita tentang penghasilannya yang tak menentu sebagai tukang becak. "Kadang cukup, tapi sering juga pulang dengan tangan kosong," katanya dengan suara lirih. Namun, Ia tak pernah mengeluh. "Yang penting kita mau berusaha," ujarnya dengan mata berkilat. Nilai-nilai kejujuran dan kerja keras ini juga Ia tanamkan pada kelima anak dan delapan cucunya. "Jangan sampai menipu atau berbuat jahat," pesannya tegas.
Di usianya yang senja, Bapak Aliandu masih tetap bersemangat bekerja. Meski kadang sakit lambung menyerang, Ia tak mau berhenti berjuang. "Bekerja itu ibadah," katanya sambil mengusap keringat di dahinya. Jestham terharu mendengar ketegaran hati sang Kakek. Ia meyakinkan bahwa pertemuan mereka adalah bagian dari rencana Tuhan yang indah.

Di akhir pertemuan, Jestham memberikan sedikit rezeki tambahan. Bapak Aliandu menerimanya dengan tangan gemetar penuh syukur. "Alhamdulillah," bisiknya sambil memegang erat uang itu. Ia berencana membawa pulang semua bantuan untuk istri tercinta yang setia mendampinginya puluhan tahun. "Istriku sayang, terima kasih sudah menemaniku dari muda sampai tua," ujarnya dengan suara bergetar.
Di balik kesederhanaan Bapak Aliandu, tersimpan kekuatan yang menginspirasi. Kisah ini mengajarkan bahwa rezeki bisa datang dari arah tak terduga, dan kebaikan sekecil apapun bisa berarti besar bagi orang lain. Jestham pun mengakhiri pertemuan dengan doa tulus untuk kebahagiaan keluarga sang Kakek.
Di balik keriput wajahnya yang menahan lelah, Bapak Aliandu mengajarkan pada kita tentang ketabahan yang tak kenal menyerah. Semoga tangan-tangan yang selama ini Ia gunakan untuk mengayuh becak, kelak merasakan kemudahan, semoga hati yang Ia jaga dengan kejujuran, terus dilimpahi ketenangan. Di setiap langkahnya mencari nafkah, semoga jalan-jalan memudahkan, rezeki datang berlipat, dan kesehatan senantiasa menyertai. Sebab orang sebaik ini pantas mendapatkan lebih dari sekadar sembako, Ia layak mendapat kebahagiaan yang tulus dan hari-hari yang lebih ringan.