Lima Ribu untuk Harapan: Potret Kebaikan di Jalanan Kota

Lima Ribu untuk Harapan: Potret Kebaikan di Jalanan Kota
Kota Medan, Sumatera Utara - (01/06/25) Di tengah keriuhan jalanan kota, Jestham menemukan sosok seorang Bapak penjual terompet yang mengayuh sepeda tuanya dari pagi hingga petang. Dengan harga lima ribu rupiah per terompet, Ia harus bertarung dengan ketidakpastian, kadang laris, seringkali sepi. Saat Jestham membeli beberapa terompet dan membagikannya kepada anak-anak sekolah sambil menyelipkan rezeki lebih, senyum tulus sang Bapak mengembang, matanya berbinar penuh syukur. Namun, di balik ketegaran wajahnya yang berpeluh, tersimpan duka yang dalam.
“Anak saya lima, yang satu sudah berpulang,” ujar Bapak itu dengan suara lirih. Anak lelakinya, tulang punggung keluarga, telah pergi 40 hari lalu akibat kecelakaan motor. Meski baru saja mengalami kehilangan, Ia tetap bersemangat bekerja demi istri dan anak-anaknya yang tersisa. “Dia paling dekat sama Bapak,” katanya, mengenang anak lelakinya yang bahkan setelah berumah tangga tetap menjadi penyemangat hidupnya. Jestham hanya bisa mengangguk, turut berdukacita sembari menguatkan hatinya.
Kisah Bapak penjual terompet ini adalah potret nyata ketabahan seorang ayah. Dengan untung hanya seribu rupiah per terompet, Ia berjuang memenuhi kebutuhan keluarga. “Untuk istri dan anak-anak,” katanya ketika ditanya tujuannya bekerja. Jestham tersentuh melihat kerendahan hati dan kegigihannya. Di tengah kesedihan, Bapak itu tidak menyerah. Ia tetap mengayuh sepedanya, menawarkan terompet dengan harapan rezeki akan datang sedikit demi sedikit.
Ketika Jestham membelikan terompet untuk anak-anak di sekitar, wajah Bapak itu bersinar. “Alhamdulillah, rezeki dari Tuhan untuk Bapak hari ini,” ucapnya penuh syukur saat Jestham memberinya uang lebih. Dalam kehidupannya yang sederhana, Ia mengajarkan arti ikhlas dan bersyukur. Jestham pun menyampaikan pesan penyemangat, mendoakan agar keluarganya selalu sehat dan diberi kekuatan. “Jangan lupa salat, apapun yang terjadi, selalu mengandalkan Yang di atas,” pesan Bapak itu kepada anak-anaknya.
Interaksi singkat itu meninggalkan kesan mendalam bagi Jestham. Ia menyadari, kebaikan kecil seperti membeli terompet atau sekadar mendengarkan cerita namun bisa menjadi cahaya bagi orang lain. Bapak penjual terompet itu mungkin tidak tahu, bahwa ketulusan dan ketangguhannya justru menginspirasi banyak orang. Di balik kesederhanaan hidupnya, Ia adalah pahlawan bagi keluarganya.

Ketika Jestham berpamitan, Bapak itu mengucapkan terima kasih sambil tersenyum. “Semoga trompetnya laris manis,” doa Jestham untuknya. Sepeda tuanya kembali mengayuh, membawa harapan baru di tengah kota yang sibuk. Kisahnya mengingatkan kita bahwa di balik setiap perjuangan, ada cerita manusiawi yang layak didengar.
Hari itu, Jestham pulang dengan pelajaran berharga bahwa kehidupan tidak selalu mudah, tetapi selama ada ketulusan dan semangat berbagi, harapan tak akan pernah padam. Bapak penjual terompet itu, dengan segala kesederhanaannya, telah menjadi pengingat bahwa kebaikan dan ketabahan adalah warisan terindah yang bisa kita tinggalkan di dunia.