Jestham Traktir: Air Mata Bahagia Ibu Yani di Tengah Teriknya Kota Medan

Jestham Traktir: Air Mata Bahagia Ibu Yani di Tengah Teriknya Kota Medan
Jestham Traktir: Air Mata Bahagia Ibu Yani di Tengah Teriknya Kota Medan
Medan Petisah, Kota Medan - (06/01/25) Panas menyengat di siang bolong itu seolah tak mampu mengalahkan semangat Ibu Yani. Dengan sapu lidi di tangan dan kerudung sederhana yang menutupi kepalanya, Ia terus membersihkan jalanan tanpa mengeluh. Butiran keringat mengalir di pelipisnya yang sudah keriput dimakan usia, tapi senyumnya tetap hangat seperti mentari pagi. Tak ada yang menyangka, hari biasa itu akan menjadi momen tak terlupakan dalam hidupnya.
Jesica Thamrin bersama tim sedang berkeliling kota seperti biasa ketika mereka melihat Ibu Yani yang sedang melakukan pekerjaannya menyapu di jalanan, lalu memutuskan untuk menghampirinya. "Ibu, ada waktu 2 menit?" seru Jestham sambil mendekat. "Ada rezeki dari Tuhan, Ibu boleh belanja sembako apapun, mau, Bu?" seru Jestham kepada sang Ibu yang masih memegang perlengkapan kerjanya. Mata Ibu Yani berkedip-kedip, tak percaya dengan tawaran yang baru saja didengarnya, sontak membuatnya tak menyia-nyiakan kesempatan ini.
Dengan langkah gontai penuh rasa tidak percaya, Ibu Yani mengikuti Jesica Thamrin ke minimarket terdekat. "Ibu punya waktu dua menit untuk mengambil semua kebutuhan pokok," kata Jesica Thamrin sambil mengatur timer di ponselnya. Dua menit yang singkat itu berubah menjadi drama penuh emosi. Tangan Ibu Yani yang biasanya lincah memegang sapu, kini gemetar mengambil beras, minyak goreng, susu formula untuk anak bungsunya, dan berbagai kebutuhan pokok lainnya.
Setelah waktu habis dan memastikan semua barang kebutuhan sudah terambil, perbincangan hangat terjalin antara keduanya. Sang Ibu bekerja membantu suami yang mencari nafkah menjadi seorang tukang becak sehari-harinya, Ia turut membantu mencukupi ekonomi keluarga yang mana mereka memilki 4 orang anak yang masih bersekolah semuanya. Tak jarang saat sedang kesulitan, Ia mengungkapkan hanya mampu membeli beras kiloan saja demi mencukupi kebutuhan hariannya.
Ia juga bercerita tentang bagaimana keluh kesah pada saat sedang berkerja, tak sedikit Ia merasakan tak dihargai oleh banyak pengguna jalanan yang masih saja sembarangan membuang sampah dari atas kendaraannya, sangat miris. Panas terik maupun hujan badai bagi Ibu Yani adalah hal yang sudah biasa dihadapi, namun dalam keadaan sakit pun Ia mengatakan bahwa tetap masuk bekerja adalah sesuatu hal yang wajib. Semua dilakukan sebagai pengorbanan nya demi anak dan keluarga.

Saat ditanya mengenai apa yang menjadi sebuah kekhawatiran nya, bagi Ibu Yani saat ini adalah tentang masa depan anak-anaknya. Anak sulungnya yang saat ini akan segera tamat dari masa sekolahnya, teringin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, Ibu Yani sebagai orang tua tentunya berharap akan mengusahakan segalanya demi sang anak, Ia percaya akan ada berkat Tuhan yang hadir ditengah-tengah keluarga nya.
Air mata tak terbendung lagi ketika Jestham menyelipkan uang tambahan untuk Ibu Yani, agar Ia dapat membawa anak-anak dirumah mewujudkan untuk makan bersama di KFC, tempat keinginan anak bungsu nya yang sempat Ia ceritakan. Delapan belas tahun hidup berjuang bersama suaminya yang bekerja sebagai tukang becak, baru kali ini ia merasakan belaian kasih sayang dari orang asing yang tulus. Ia teramat bersyukur kepada Tuhan yang telah menurunkan berkat itu untuk keluarganya, Tuhan menjawab setiap doa-doa nya. Ia juga tak henti-henti mengucapkan terima kasih kepada Jestham dan tim yang sudah tulus memberikannya bantuan sebanyak ini untuknya, Tuhan lah yang mampu membalas segala berkat tersebut.
Hari itu, di antara debu dan panasnya Kota Medan, lahir sebuah kisah tentang ketulusan, harapan, dan keajaiban kecil yang datang ketika seseorang berani membuka hati untuk berbagi. Kisah Ibu Yani adalah potret nyata dari jutaan pekerja informal di Indonesia yang berjuang di balik layar untuk menghidupi keluarga. Setiap sapuan lidi mereka adalah doa, setiap tetes keringat adalah harapan, dan setiap senyum tulus adalah pelajaran berharga tentang arti kehidupan yang sesungguhnya.