Langkah Kecil, Harapan Besar : Perjuangan Pedagang Kerupuk yang Tak Mengenal Kata Menyerah

Langkah Kecil, Harapan Besar : Perjuangan Pedagang Kerupuk yang Tak Mengenal Kata Menyerah
Medan Baru, Kota Medan - (26/02/25) Di sudut kota yang sibuk, di antara deru mesin kendaraan dan langkah kaki para pejalan yang tergesa, seorang Bapak tua dengan tubuh ringkih terlihat menyusuri jalanan yang tak berujung. Tangannya yang bergetar memikul dagangannya yang berisi bungkusan-bungkusan kerupuk warna-warni. Wajahnya yang keriput menceritakan perjalanan hidup yang berat, namun matanya masih memancarkan cahaya harapan yang tak pernah pudar. Tangannya yang bergetar memikul dagangannya yang berisi bungkusan-bungkusan kerupuk warna-warni. Wajahnya yang keriput menceritakan perjalanan hidup yang berat, namun matanya masih memancarkan cahaya harapan yang tak pernah pudar.
Di pundaknya tergantung bungkusan kerupuk yang masih tersusun rapi, pertanda belum banyak terjual hari itu. Wajahnya yang kecokelatan terbakar matahari menyimpan seribu kisah perjuangan, sementara tangan kirinya yang kadang gemetar menjadi saksi bisu stroke ringan yang harus dihadapinya.
Sejak subuh tadi, Ia telah menempuh jarak 15 kilometer dari Padang Bulan, menyusuri jalanan kota dengan harapan bisa menjual kerupuk dagangannya. Namun hingga siang hari, hanya beberapa bungkus saja yang laku. Keringat mengucur deras membasahi baju lusuhnya, tapi semangatnya tak pernah surut. Di balik kelelahan itu, ada tekad baja seorang ayah yang ingin melihat anak-anaknya bisa bersekolah dan meraih masa depan lebih baik.
Tak disangka, pertolongan datang dari Jestham yang tergerak melihat perjuangannya. Dengan penuh empati, Jestham memutuskan untuk membeli seluruh kerupuk yang tersisa. Saat segepok uang berpindah tangan, air mata tak terbendung mengalir di wajah lelaki itu. Bukan hanya karena dagangannya habis terjual, tapi lebih karena rasa haru mendapatkan pertolongan di saat yang paling tidak diduga.

Perjuangan hidupnya memang berat. Setelah ditinggal sang istri, Ia harus menghidupi anak-anaknya yang masih bersekolah sendirian. Meski tubuhnya tak lagi prima, Ia tak pernah mengeluh. Setiap hari Ia bangun sebelum fajar, berjalan kaki menembus terik dan hujan, hanya untuk membawa pulang beberapa puluh ribu rupiah. "Yang penting anak-anak bisa makan dan tetap sekolah," begitulah prinsip hidupnya yang sederhana namun penuh makna.
Sebelum berpisah, Jestham memberikan sedikit tambahan uang sebagai bekal untuk kebutuhan keluarga. Dengan mata berkaca-kaca, lelaki itu mengucap syukur sambil memegang erat pemberian tersebut. Mungkin ini bukan pertama kalinya Ia menerima bantuan, tapi setiap pertolongan yang datang selalu terasa istimewa baginya.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap bungkusan kerupuk sederhana yang dijajakannya, tersimpan harapan besar seorang ayah untuk anak-anaknya. Di setiap langkah kakinya yang lelah, terukir tekad yang tak kenal menyerah. Dan di balik senyumnya yang tulus, ada kekuatan yang mampu menggetarkan hati siapa pun yang berjumpa dengannya.
Untuk semua pejuang hidup seperti Bapak ini, semoga setiap tetes keringatmu tak pernah sia-sia. Semoga setiap langkah kakimu selalu diberi kekuatan. Dan semoga suatu hari nanti, pengorbananmu akan berbuah manis melalui kesuksesan anak-anak yang kau didik dengan penuh cinta. Teruslah melangkah, Pak. Kota Medan mungkin tak selalu melihat perjuanganmu, tapi Tuhan tak pernah luput menyaksikan setiap tetes usahamu.