Langkah Penuh Makna: Kisah Ayah Penjual Balon Yang Menginspirasi

Langkah Penuh Makna: Kisah Ayah Penjual Balon Yang Menginspirasi
Medan Timur, Kota Medan - (07/02/25) Sore itu, matahari mulai merangkak turun di ufuk barat, menebar cahaya keemasan yang menyapu jalanan Kota Medan. Di tengah riuh kendaraan yang berlalu-lalang di Jalan Sutomo, seorang lelaki tua terlihat berhenti di pinggir jalan dengan sepeda tuanya yang sudah karatan. Di bagian belakang sepeda, tumpukan balon warna-warni bergantung pada seutas tali yang sudah usang, berayun-ayun pelan mengikuti hembusan angin senja. Wajahnya yang keriput basah oleh peluh, matanya yang lelah tak henti memandang lalu lintas, seolah mencari-cari seseorang yang sudi berhenti sejenak.
Jestham tanpa sengaja menangkap pemandangan itu di tengah keramaian jalan. Ada sesuatu yang menyentak hatinya ketika melihat sang Bapak tua itu, kerutan di dahinya yang bercerita tentang tahun-tahun penuh perjuangan, baju lusuhnya yang masih rapi, dan cara Ia memandang setiap balonnya dengan penuh harap. Tanpa banyak kata, Jestham menghampiri bersama dengan rekan lainnya.
Lelaki itu telah menghabiskan hari panjangnya dengan berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain. Sejak fajar menyingsing, Ia telah membawa puluhan balon beraneka warna, berharap bisa membawa pulang sedikit rezeki untuk keluarga dan cucu kesayangannya. Namun senja datang hanya dengan tiga balon yang terjual, sementara sisanya masih bergantungan di tangannya, seberat beban hidup yang Ia pikul selama ini.

Sang Bapak menceritakan perjuangannya yang penuh liku. Dulu, Ia bekerja sebagai pengayuh becak, namun karena sepi penumpang, Ia beralih berjualan balon keliling. Dengan tekun, Ia berkeliling dari pagi hingga sore, membawa tumpukan balon warna-warni yang diikat rapi. Meski penghasilannya tak menentu, Ia tak pernah mengeluh. "Kadang dapat 50 ribu sehari, kadang cuma 20 ribu," ujarnya. Ia terus berjuang demi menghidupi anak dan satu cucunya yang Ia tinggalkan di rumah.
Jestham tersentuh mendengar cerita sang Bapak. Tanpa pikir panjang, Ia memutuskan membeli semua balon yang tersisa, 13 biji seharga Rp15.000 per buah dan menambahkan sejumlah uang untuk membantu keperluan sang Bapak. "Ini rezeki, Pak," kata Jestham sambil menyerahkan uang. Air mata Bapak itu pun menetes, wajahnya berubah cerah oleh kebahagiaan. "Alhamdulillah," ucapnya penuh syukur, sambil berharap uang tersebut bisa dibelikan sembako untuk keluarganya.
Di akhir pertemuan, Jestham berpesan agar Bapak itu tetap menjaga kesehatan dan terus beribadah. "Rezekinya melimpah, Pak," ujarnya penuh harap. Sang Bapak pun mengangguk, mengucapkan terima kasih sambil mengikatkan tali tambahan pada balon yang dibeli. Percakapan singkat itu meninggalkan kesan mendalam bahwa kebaikan kecil bisa berarti besar bagi orang yang membutuhkan.
Di balik setiap balon yang terjual, tersimpan doa dan harapan tak terucap. Semoga langkah Bapak penjual balon ini senantiasa diberi kekuatan, rezekinya dilapangkan, dan kesehatan selalu menyertainya. Di usianya yang tak lagi muda, semangatnya yang pantang menyerah menjadi pelita yang menerangi jalan banyak orang. Kiranya Tuhan membalas setiap tetes keringatnya dengan berkah yang melimpah, membahagiakan hari-harinya bersama keluarga tercinta. Seperti balon-balon warna-warninya yang membawa keceriaan, semoga hidup Bapak pun senantiasa dihiasi kebahagiaan dan ketenangan.