Perjuangan Tanpa Batas: Kisah Bapak Penjual Nira yang Menginspirasi

oleh Ramanda Aulizabullet
Ditinjau oleh Thomas Iskandar
Sumber: youtube/@ownerjestham
Sumber: youtube/@ownerjestham

https://www.youtube.com/watch?v=umPI35VvryM

Sei Karang, Kota Stabat - (10/02/25) Matahari tergantung di pucuk langit siang itu, menyiram aspal yang berdebu dengan cahaya keemasan. Di balik riuh kendaraan yang berlalu-lalang, seorang Bapak menuntun sepedanya yang mengeluarkan bunyi berderak setiap kali angin menyentuhnya. Ia menyusuri jalan demi jalan untuk menjualkan dagangan nira nya.



Jestham yang sudah memperhatikan dari kejauhan, turun bersama dengan rekan lainnya menghampiri sang Bapak. "Berapaan, Pak?" tanya Jestham sembari melihat dagangan sang Bapak yang masih tersisa beberapa bungkusan dari nira yang dijualnya. Sang Bapak menjelaskan seraya menunjuk-nunjuk dagangannya yang tersisa dengan harga 4 ribu rupiah per bungkusnya.



Bapak Penjual Nira, Tak Menyerah Oleh Keadaan
Bapak Penjual Nira, Tak Menyerah Oleh Keadaan


Diiringi dengan perbincangan hangat, pria berusia 43 tahun itu ternyata telah menjalani operasi mata yang menyisakan gangguan penglihatan permanen. Namun kondisi tersebut tidak menghentikannya untuk setiap hari menempuh puluhan kilometer dari rumahnya di Sei Batang dengan sepeda tua yang sudah reyot. Dua anak kecilnya yang masih berusia 3 dan 7 tahun menjadi motivasi utamanya tetap bertahan dalam kesulitan hidup ini.



Perjuangannya setiap hari menjadi saksi bisu akan harapannya yang besar, bahwa anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan minimal sampai SMA, jauh lebih baik daripada dirinya yang hanya tamat SD. Kerutan di sudut matanya menyimpan cerita panjang tentang perjuangan seorang ayah yang tak kenal lelah.



Di rumah, seorang perempuan kuat dengan setia menunggu sekaligus bekerja keras membantu perekonomian keluarga. Istri yang tak pernah mengeluh ini menjadi tumpuan harapannya di saat-saat terberat, menemani melewati lika-liku kehidupan dengan ketabahan yang luar biasa.



Seperti musim kemarau yang akhirnya mendapat tetesan hujan, bantuan itu datang di saat yang tepat. Ketika semua dagangannya dibeli dan ditawari bantuan oleh Jestham untuk memperbaiki sepeda usang nya, sebuah keheningan singkat menyelimuti mereka. Dua kata syukur yang diucapkan dengan suara bergetar menjadi ungkapan yang lebih bermakna dari ribuan kata. Matanya yang berkaca-kaca menyimpan ribuan cerita yang tak terucapkan.



Sebelum berpisah, Jestham berpesan kepada sang Bapak, "Semangat terus ya Pak, kebaikan yang Bapak berikan untuk keluarga pasti tak akan pernah sia-sia. Semoga anak-anak Bapak bisa meraih cita-citanya, dan semoga Bapak selalu diberikan kesehatan serta kelancaran rezeki." Pesan sederhana ini mengandung doa tulus dari hati ke hati, sebuah harapan bahwa setiap tetes keringat dan pengorbanan sang Bapak akan berbuah manis bagi masa depan keluarganya. Seperti nira yang diolah dengan kesabaran hingga menjadi gula yang manis, semoga perjuangan tak kenal lelah ini pun akan berakhir dengan kebahagiaan yang sempurna.

Referensihttps://www.youtube.com/watch?v=umPI35VvryM