Ari Tak Pernah Meminta Banyak: Tapi Kehadirannya Memberi Segalanya

oleh Ramanda Aulizabullet
Ditinjau oleh Thomas Iskandar
Sumber: youtube/@ownerjestham
Sumber: youtube/@ownerjestham

Ari Tak Pernah Meminta Banyak: Tapi Kehadirannya Memberi Segalanya

Medan Sunggal, Kota Medan - (11/04/25) Jestham kembali mengunjungi minimarket tempat Ia pernah bertemu Ari. Minimarket itu ternyata bukan tempat biasa bagi mereka, melainkan tempat dimana Ari sering menghabiskan waktunya untuk menyambut pelanggan dengan senyuman khasnya yang polos dan tulus. Ari, seorang anak istimewa dengan keterbatasan tertentu namun memiliki hati yang begitu murni, selalu ditemani oleh seorang lelaki berusia 65 tahun yang wajahnya telah diukir oleh waktu namun matanya tetap memancarkan kasih sayang tak terbatas.



Kisah hidup mereka terungkap secara perlahan dalam percakapan yang penuh emosi. Ternyata, pria tua yang dengan setia mendampingi Ari itu bukanlah ayah kandungnya, melainkan pamannya sendiri yang telah mengangkatnya sebagai anak sejak Ari masih berupa bayi merah yang rentan. Ari terlahir prematur di usia kandungan yang baru menginjak tujuh bulan, sebuah awal kehidupan yang penuh tantangan. "Dia lahir prematur tujuh bulan. Dari sebesar botol minuman, saya rawat sampai sekarang," kenang sang ayah dengan suara bergetar, tangannya menggambarkan ukuran bayi mungil itu.



Kehidupan mereka berdua penuh dengan perjuangan yang tak terlihat oleh mata dunia. Setelah istrinya meninggal dunia beberapa tahun sebelumnya, sang ayah harus berjuang sendirian merawat Ari dengan segala keterbatasannya. Cobaan semakin berat ketika sebuah kecelakaan kerja membuat tangan kanannya, sumber penghidupan satu-satunya patah dan tak bisa berfungsi normal lagi.



Kasih Sayang Seorang Ayah Untuk Ari
Kasih Sayang Seorang Ayah Untuk Ari


Di balik senyumnya yang selalu tegar di hadapan Ari, sang ayah menyimpan kegelisahan yang mendalam tentang masa depan anak asuhnya itu. "Saya sudah tua, umur saya 65 tahun. Siapa yang akan merawat Ari jika saya sudah tiada?" keluhnya dengan suara lirih penuh kepedihan. Kekhawatiran ini semakin menjadi karena saudara-saudaranya yang lain tak ada yang bersedia menerima tanggung jawab merawat Ari.



Melihat perjuangan dan ketulusan hati mereka, Jestham merasa sangat tersentuh dan tergerak untuk memberikan bantuan. Dengan penuh perhatian, Ia mengajak mereka berbelanja memenuhi kebutuhan pokok yang selama ini mungkin menjadi barang mewah bagi mereka. Ari yang polos terlihat begitu antusias saat memilih berbagai keperluan sehari-hari di antara rak-rak minimarket, dari beras, minyak goreng, mie instan kesukaannya yang pedas, hingga susu kental manis yang menjadi favoritnya.



Momen yang paling mengharukan terjadi ketika Jestham menawarkan es krim sebagai hadiah untuk mereka. Dengan sikap yang begitu santun dan penuh kesadaran, sang ayah menolak dengan halus sambil menjelaskan bahwa Ia sedang menjalankan puasa sunah Syawal. "Saya puasa enam hari di bulan Syawal," katanya dengan senyum ikhlas, menunjukkan kedalaman spiritualitasnya yang tak tergoyahkan oleh keadaan hidup yang serba kekurangan.



Sebelum berpisah, Jestham memberikan bantuan sembako lengkap dan sedikit rezeki yang Ia bisa berikan. Saat menerimanya, air mata sang ayah tak terbendung lagi, mengalir deras di pipinya yang keriput. Di balik air mata itu, terpancar rasa syukur yang begitu mendalam, sebuah pengakuan diam-diam tentang betapa beratnya perjuangan hidup yang selama ini Ia jalani sendirian.



Di tengah hidup yang tak selalu mudah, semoga langkah Bapak dan Ari selalu diterangi cahaya. Semoga setiap pagi membawa harapan baru, setiap senja dihiasi rasa syukur, dan setiap perjuangan mereka berbuah kebaikan. Untuk Bapak, semoga diberikan umur panjang penuh berkah, untuk Ari, semoga tumbuh dalam lindungan kasih sayang. Karena di dunia ini, cinta tulus seperti milik mereka yang tak memandang darah, tapi setia merawat adalah keajaiban yang sesungguhnya.

Referensihttps://www.youtube.com/watch?v=fCT7VVO1e0c