Di Balik Lelahnya Pekerjaan: Kisah Bapak Tukang Parkir yang Tulus dan Penuh Pengorbanan

Di Balik Lelahnya Pekerjaan: Kisah Bapak Tukang Parkir yang Tulus dan Penuh Pengorbanan
Pulo Brayan, Kota Medan - (09/02/25) Dunia terus bergerak di sekelilingnya. Lalu lalang kendaraan datang dan pergi, sepatu-sepatu mengkilat melangkah tak acuh melewatinya. Ia hanyalah bagian dari pemandangan biasa yang tak layak mendapat perhatian, sampai suatu ketika, Jesica Thamrin menyoroti pandangan kearahnya. Bukan sekadar pandangan sekilas, melainkan tatapan yang mampu membaca kesabaran di balik senyumnya, ketegaran di balik bahunya yang sedikit membungkuk, dan harapan yang nyaris pudar di balik matanya yang lelah.
Bapak itu mengangkat kepalanya ketika Jestham mendekat. Udara panas siang itu sejenak terasa sejuk ketika kata-kata ajaib terucap, "Bapak, hari ini saya ada rezeki dari Tuhan kita belanja sembako ke dalam, mau, Pak?" Dunia seolah berhenti berputar. Tangan yang biasa dengan lincah mengatur parkir, kini gemetar tak karuan. Air mata yang selama ini ia tahan di balik senyuman ramah pada pelanggan, akhirnya menemukan jalannya keluar. "Alhamdulillah" gumamnya lirih, suaranya pecah oleh getar haru, selama 3 tahun terakhir, rasanya baru pertama kali Ia mendapat berkat seperti ini.

Bapak itu pun bercerita tentang perjuangannya sebagai tukang parkir. Sudah tiga tahun Ia menjalani pekerjaan ini, dengan penghasilan yang tidak menentu. Kadang Ia membawa pulang Rp30.000–Rp40.000 per hari, tetapi sering kali Ia pulang dengan tangan kosong. Sebelumnya, Ia bekerja sebagai satpam, namun perusahaan tempatnya bekerja tutup, memaksanya beralih profesi. Meski hidup serba sulit, Ia tetap bersyukur bisa bekerja secara halal. "Yang penting rezeki halal," ujarnya dengan senyum ikhlas.
Kehidupan pribadinya juga penuh lika-liku. Bapak ini memiliki dua anak yang sudah berkeluarga dan mandiri. Saat ini, ia tinggal sendiri, kadang bersama anaknya atau orang tuanya. Ia juga menjadi tulang punggung bagi orang tua dan adik-adiknya. Setiap hari, ibunya menunggu ia pulang untuk bisa makan. "Kalau tidak ada uang, ya terpaksa tidak makan," katanya dengan suara lirih. Terkadang, Ia mempertanyakan takdirnya, tetapi Ia memilih untuk berserah diri kepada Tuhan.
Ketika diberi kesempatan berbelanja selama dua menit, Bapak itu berlari mengambil beras, minyak, telur, mie instan, dan kebutuhan pokok lainnya. Wajahnya penuh semangat, seolah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Setelah selesai, air matanya tak terbendung. "Ini rezeki yang tidak pernah saya dapatkan sebelumnya," ucapnya sambil terisak. Jestham pun turut tersentuh melihat kebahagiaan sederhana yang Ia rasakan.
Dalam perbincangan, Bapak itu mengungkapkan betapa beratnya menafkahi keluarga dengan penghasilan pas-pasan. Setiap hari, Ia harus menyetor Rp80.000 untuk iuran parkir, dan jika tidak mampu, Ia terpaksa berhutang. Di tengah kesulitan, Ia tetap berusaha tersenyum dan melayani pengunjung dengan ramah. "Saya tidak mau mengeluh, yang penting keluarga bisa makan," katanya.
Di penghujung pertemuan, seulas senyum tulus mengembang di wajah Bapak itu saat menerima bantuan tambahan dari Jestham yang diberikan dengan penuh keikhlasan. Matanya yang berkaca-kaca memancarkan cahaya haru, seolah tak percaya bahwa hari ini, setelah sekian lama berjuang sendiri, ada tangan yang terulur untuk meringankan bebannya.
Dengan hati yang berbunga-bunga, Ia pun berniat membawa pulang kebahagiaan ini untuk dibagi dengan sang ibu dan anak-anaknya. Sebuah niat sederhana yang justru membuat rezeki itu terasa semakin bermakna. Sebagaimana mentari yang selalu terbit setelah malam, harapan pun tak pernah benar-benar padam bagi mereka yang tetap percaya dan bersyukur.
Bapak, teruslah melangkah dengan semangat yang tak pernah padam. Setiap tetes keringat Bapak adalah bukti cinta untuk keluarga. Semoga Tuhan membalas semua pengorbanan Bapak dengan rezeki yang lancar, kesehatan yang kuat, dan kebahagiaan yang tak terduga. Percayalah, di balik semua kesulitan ini, ada rencana indah yang sedang Tuhan persiapkan untuk Bapak dan keluarga.