Harapan di Setiap Langkah: Kisah Bapak Tukang Becak yang Tak Pernah Menyerah

oleh Ramanda Aulizabullet
Ditinjau oleh Thomas Iskandar
Sumber: youtube/@ownerjestham
Sumber: youtube/@ownerjestham

Harapan di Setiap Langkah: Kisah Bapak Tukang Becak yang Tak Pernah Menyerah

Medan Marelan, Kota Medan - (12/02/25) Kota Medan, yang terkenal dengan riuh rendahnya yang tak kenal lelah itu menyimpan banyak cerita kecil yang tak sering diketahui oleh siapapun, sementara itu di salah satu sudutnya, ada seorang Bapak tua yang tertidur pulas di atas jok becaknya yang telah lapuk dimakan waktu. Keriput di wajahnya bercerita tentang ribuan kilometer yang telah diayuhnya, tentang terik matahari dan hujan yang tak pernah berhenti menguji kesabarannya.



Ketulusan dan Keikhlasan Hati Seorang Bapak Pengayuh Becak
Ketulusan dan Keikhlasan Hati Seorang Bapak Pengayuh Becak


Saat itulah, langkah Jestham menghentikan perjalanannya dan mendekati sang Bapak dengan niat tulus. Dengan sopan, Jestham membangunkan Bapak tersebut dan meminta diantarkan ke minimarket terdekat. Bapak yang bernama Mahyudin itu, 68 tahun, mengangguk pelan sambil mengusap wajahnya yang masih berbekas lelah. Perlahan, Ia mulai mengayuh becaknya dengan tenaga yang tersisa menuju tempat tujuan.



Saat ditanya berapa tarif harga menuju minimarket tersebut, sang Bapak hanya berpasrah, dengan ikhlas Ia mengatakan boleh dibayar dengan harga berapa saja. Jestham yang terulur hatinya, menawarkan ingin membayar sang Bapak dengan berbelanja kebutuhan pokok rumah tangga didalam minimarket yang ada di depan mereka, mendapatkan perasaan yang sangat gembira saat Bapak itu menerima tawaran tersebut dengan senang hati.



Sesampainya di dalam minimarket, Jestham dengan suara lembut menjelaskan kepada sang Bapak, "Bapak punya waktu 4 menit untuk mengambil apa saja yang dibutuhkan keluarga di sini." Mata Pak Mahyudin berbinar tak percaya, tangannya gemetar saat memegang keranjang belanja. Perlahan namun pasti, Ia mulai berjalan di antara rak-rak toko, memilih beras, minyak goreng, gula, telur, dan beberapa kebutuhan pokok lainnya.



Wajahnya berubah ekspresi saat menemukan kopi favoritnya di salah satu rak. Senyum kecil mengembang di bibirnya yang pecah-pecah. Di sudut minimarket, Jestham memperhatikan dengan seksama, membiarkan Bapak tua itu mengambil apa yang dibutuhkannya tanpa gangguan. Suasana minimarket yang biasanya ramai tiba-tiba terasa lebih khidmat.



Dalam perbincangan santai setelah berbelanja, Bapak Mahyudin bercerita tentang perjuangan hidupnya. Setiap hari, Ia menarik becak tanpa pernah libur, meski pendapatannya tidak menentu. Kadang Ia pulang dengan uang pas-pasan, kadang sama sekali tidak mendapat penumpang. Namun, Ia tak pernah menyerah. "Kalau tidak bekerja, bagaimana keluarga saya bisa makan?" ujarnya dengan suara bergetar.



Istri Pak Mahyudin juga bekerja keras sebagai bilal (pemandi jenazah), sebuah pekerjaan yang seringkali tidak dibayar namun dilakukannya dengan ikhlas. Meski hidup serba kekurangan, mereka tetap setia menjalankan salat lima waktu, meyakini bahwa rezeki datang dari Tuhan. "Saya pasrahkan semuanya kepada Allah," kata Pak Mahyudin dengan ketabahan yang menginspirasi.



Mendengar cerita itu, Jestham semakin tersentuh. Ia pun memberikan sedikit rezeki sebagai bentuk penghargaan atas ketulusan dan kegigihan Bapak tua tersebut. "Apa yang kita lakukan dengan tulus pasti akan dibalas oleh Tuhan. Lakukan yang terbaik, biarkan sisanya Tuhan yang mengatur," pesan Jestham kepada Pak Mahyudin.



Sebelum berpisah, ada pelajaran berharga yang tertinggal. Bahwa hidup bukanlah tentang seberapa banyak yang kita miliki, tapi tentang seberapa ikhlas kita menjalani takdir. Bahwa kebahagiaan sejati seringkali ditemukan dalam kesederhanaan, dan bahwa rezeki selalu datang tepat pada waktunya bagi mereka yang sabar dan bersyukur. Teruslah melangkah, Pak, karena di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan, dan di ujung perjuangan yang tulus selalu menanti kemenangan yang manis.

Referensihttps://www.youtube.com/watch?v=N1U02a8UXhI