Harus Menghidupi Anak & Cucu dengan 30 Ribu Sehari, Kisah Haru Seorang Bapak Pejuang

Harus Menghidupi Anak & Cucu dengan 30 Ribu Sehari, Kisah Haru Seorang Bapak Pejuang
Pulo Brayan, Kota Medan - (22/02/25) Matahari perlahan merangkak ke peraduannya ketika Jestham berpapasan dengan seorang lelaki tua yang tubuhnya terbungkuk oleh beban hidup. Di atas sepeda tuanya yang reyot, Ia mengayuh pelan sambil menggendong bocah kecil sebuah pemandangan yang menyimpan ribuan kisah di balik kerutnya. Tanpa banyak kata, Jestham menghampiri, dan dari percakapan singkat itu, terkuaklah sebuah kehidupan yang ditopang oleh Rp30.000 sehari, uang yang harus dibagi antara susu untuk sang cucu dan sebungkus nasi untuk bertahan hidup.

Bapak itu bercerita dengan suara parau, mengisahkan betapa Ia harus menggantikan peran anaknya yang merantau ke Padang untuk mencari kerja. Setiap hari, Ia berkeliling menjadi pemulung, mengais rupiah demi rupiah dari barang bekas yang dianggap sampah oleh orang lain. Rezeki Rp30.000 yang ia dapat seringkali habis hanya untuk membeli susu, satu-satunya kemewahan yang bisa Ia berikan untuk sang cucu.
Mendengar itu, Jestham tak kuasa menahan haru. "Bapak, hari ini saya ada rezeki dari Tuhan, kita belanja kebutuhan rumah mau, ya, Pak?" ujarnya. Bapak itu terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. "Saya baru pertama kali dapat rezeki seperti ini," bisiknya, seolah tak percaya bahwa ada tangan-tangan baik yang siap meringankan bebannya. Mereka pun berjalan beriringan ke sebuah minimarket, dengan Jestham mengambilkan satu persatu kebutuhan seperti beras, minyak, telur, pampers, sabun, hingga makanan ringan kesukaan dan susu formula yang biasa diminum sang cucu.
Di antara tumpukan belanjaan, Bapak itu bercerita lebih dalam. Rumahnya dihuni tujuh orang, bersama istri, anak, cucu, dan dirinya sendiri. Kadang, lauk mereka hanyalah ikan asin dan kangkung yang dipetik dari sawah. "Pernah saya sakit, sampai tak ada yang bisa mencari nafkah," kenangnya dengan suara gemetar. Namun, di tengah kepahitan, Ia tetap bersujud, berdoa agar Tuhan memberi jalan. "Saya selalu berdoa, 'Ya Allah, beri hamba rezeki dan kesehatan untuk anak-cucu hamba'."
Sebelum berpisah, Jestham menyelipkan sedikit rezeki tambahan. Bapak itu menangis, mengucap syukur sambil memeluk cucunya erat. "Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian semua," doanya, tulus. Di matanya, ada cahaya harapan yang kembali menyala, sebuah pengingat bahwa di balik kerasnya hidup, kebaikan selalu punya ruang untuk tumbuh.
Di balik tubuhnya yang lelah dan sepeda tuanya yang reyot, sang Bapak telah mengajarkan kita tentang makna ketangguhan sejati, bahwa hidup boleh sederhana, tetapi semangat pantang menyerah tak boleh padam. Semoga Tuhan senantiasa membukakan pintu rezeki untukmu, Bapak, menguatkan tubuhmu, dan memeluk hatimu dengan pertolongan-Nya di setiap kesulitan. Teruslah berjuang, karena di balik semua lelahmu, ada surga yang menantimu.