Jejak Langkah di Tengah Kehilangan: Perjuangan Seorang Ayah Demi Anak-anaknya

Jejak Langkah di Tengah Kehilangan: Perjuangan Seorang Ayah Demi Anak-anaknya
Lubuk Pakam, Deli Serdang - (06/03/25) Di tengah terik siang hari yang menyengat, seorang Bapak paruh baya dengan wajah lelah penuh tekad berdiri di pinggir jalan. Dagangannya, roti sederhana seharga seribu rupiah per potongnya masih tersusun rapi di dalam gerobak sederhananya, hanya sedikit yang terjual. Jestham, yang kebetulan melintas, terhenti oleh pemandangan itu. Apa yang awalnya hanya interaksi biasa berubah menjadi momen haru ketika ia menyadar, di balik senyum tulus Bapak itu, tersimpan kisah perjuangan hidup yang berat.

Bapak itu bercerita bahwa Ia telah kehilangan istrinya enam tahun lalu saat sang istri melahirkan. Kini, Ia harus berjuang sendirian membesarkan anak-anaknya. "Cuci baju, masak, semua saya kerjakan sendiri," katanya dengan suara lirih. Meski begitu, tak sekalipun Ia mengeluh. Baginya, anak-anak adalah alasan terbesar untuk tetap bangkit setiap pagi, berkeliling menawarkan roti meski cuaca tak menentu, kadang panas terik, kadang hujan deras.
Jestham pun tak kuasa menahan haru. Tanpa pikir panjang, Ia memutuskan membeli semua roti yang tersisa. "Kalau saya ada rezeki dari Tuhan, saya borong untuk anak-anak packing saya, boleh, Pak?" ujarnya. Reaksi Bapak itu tak terduga, Ia terlihat kaget, bahkan sempat bertanya, "Ini semua, Kak? Serius?" Rupanya, dalam perjalanannya berjualan, Ia kerap menghadapi kesulitan, mulai dari dagangan yang tak laris hingga ulah orang iseng yang memanggil-manggilnya hanya untuk bersembunyi tanpa membeli.
Ketika ditanya tentang duka terberatnya, Bapak itu menghela napas. "Kalau dari rumah panas, eh pas sampai sini hujan. Sedihnya mikirin anak di rumah, baju belum ada yang angkat," ungkapnya. Namun, Ia tak pernah menyerah. "Resiko, harus sampai habis baru pulang," tambahnya dengan senyum ikhlas.
Momen kebahagiaan sederhana itu pun tiba. Setelah rotinya habis diborong, Bapak itu berkata, "Gak nyangka, bisa pulang cepat hari ini." Jestham kemudian menanyakan pesannya untuk anak-anaknya. Dengan mata berkaca-kaca, Ia berpesan, "Belajar yang rajin, jangan seperti ayahnya. Ayah tidak kenal panas atau hujan, asal kalian bisa sukses." Kata-katanya sederhana, tapi sarat makna, sebuah pengorbanan tulus seorang ayah.
Ketika ditanya tentang mendiang istrinya, Bapak itu hanya menggeleng. "Enggak bisa digambarkan. Pokoknya, Dia ibu yang luar biasa," ujarnya, suaranya parau. Jestham pun turut berduka, menyadari betapa berat perjalanan hidup yang harus Ia tempuh sendirian.
Sebelum berpamitan, Jestham berpesan, "Rezeki bisa datang dari mana saja, ya, Pak? asal kita berusaha dan percaya Tuhan." Bapak itu mengangguk, berucap syukur bisa pulang lebih awal hari itu. Kisahnya mengingatkan kita bahwa di balik perjuangan sehari-hari, ada banyak hati yang tetap teguh karena cinta, terutama cinta seorang ayah kepada anak-anaknya. Tetap semangat, Bapak! Tuhan selalu membersamai setiap doa dan usaha orang-orang yang ikhlas seperti Bapak.