Jestham Borong Dagangan Kakek Tua: Cerita di Balik Senyum yang Berbinar

Jestham Borong Dagangan Kakek Tua: Cerita di Balik Senyum yang Berbinar
Medan Tembung, Kota Medan - (27/02/25) Langit senja mulai memeluk kota ketika Jestham melintas di jalanan yang ramai. Tiba-tiba, dari balik riuh kehidupan, matanya tertumbuk pada seorang Kakek tua yang membungkuk di atas sepeda usang, mengayuh perlahan bagai melawan beratnya zaman. Napasnya tersengal, tapi tekadnya tak pernah pudar, seperti pelaut yang terus berlayar meski ombak menggila.
Dengan langkah penuh kepastian, Jestham mendekat, membawa serta kehangatan yang mengikis sepi di kerut wajah sang Kakek. "Bapak jualan apa?" tanyanya lembut, seolah ingin menyelami setiap kisah yang tersimpan di balik box sederhana itu. Mainan-mainan warna-warni pun tersibak, mengungkapkan dunia kecil yang dirajut dari ketulusan dan kerja keras.
Stiker bergambar cicak, magnet kecil, hingga papan tulis mungil, setiap barang diceritakan dengan bangga oleh sang Kakek, seolah Ia tak hanya menjual mainan, tapi juga kenangan masa kecil yang telah lama terkubur. Jestham pun terhanyut, memilih satu per satu, sambil mendengarkan celoteh polos si Kakek tentang harga-harga yang Ia pasang hanya mulai dari dua ribu rupiah saja.
Waktu terasa berhenti sejenak di antara mereka. Di balik kerutan wajah sang Kakek, tersimpan kisah tentang subuh-subuh yang dihabiskan mengayuh sepeda puluhan kilometer. Tentang tekad untuk tetap mandiri meski anak-anaknya sudah berkeluarga. Tentang kebanggaan seorang Kakek yang tak mau menjadi beban, meski tulang-tulangnya sudah mulai berderak

Ditengah tawar menawar saat Jestham menanyakan berapa jumlah harga yang harus Ia bayarkan, sang Kakek mengatakan bahwa dengan nominal yang terbilang murah tersebut, Ia tak dapat memberikan harga yang lebih rendah lagi. Namun dibalik itu Jestham sudah merencanakan, angin senja berbisik pelan ketika Jestham menyelipkan sejumlah uang lebih ke tangan Kakek itu. Tak ada kata-kata besar, hanya pelukan diam-diam antara dua jiwa yang saling mengerti, satu memberi, satu menerima, tapi keduanya pulang dengan hati yang lebih kaya.
Sebelum berpisah, sang Kakek berbagi kebijaksanaan hidup yang dalam, bahwa rezeki sejati bukanlah sekadar materi, melainkan ketenangan hati yang lahir dari rasa syukur dan kedekatan dengan Tuhan melalui ibadah. Baginya, sholat adalah penjaga ketenteraman jiwa yang membuat segala rintangan terasa lebih ringan, karena yakin sepenuhnya bahwa selama manusia mendekat pada Sang Pencipta, maka jalan keluar dan perlindungan Ilahi akan selalu menyertainya, meski hidup serba sederhana, yang terpenting adalah hati yang selalu bersyukur dan tetap teguh berpegang pada nilai-nilai spiritual sebagai pondasi hidup.
Di tengah senja yang semakin pekat, peristiwa sederhana ini meninggalkan pesan mendalam tentang ketulusan dan semangat pantang menyerah. Semoga sang Kakek senantiasa diberi kesehatan, kekuatan, dan kelapangan rezeki, serta selalu dalam lindungan-Nya. Semoga setiap kayuhan sepedanya membawa keberkahan, setiap senyumnya menjadi penawar lelah, dan setiap doa yang dipanjatkannya di sepertiga malam dikabulkan. Kebaikannya menginspirasi, keteguhannya menguatkan, dan hidupnya menjadi bukti bahwa kemuliaan sejati terletak pada hati yang ikhlas dan tekad yang tak pernah pudar.