Seuntai Cinta untuk Orang Tua : Sebuah Pesan dari Hati untuk Anak-anak Bangsa

oleh Ramanda Aulizabullet
Ditinjau oleh Thomas Iskandar
Sumber: youtube/@ownerjestham
Sumber: youtube/@ownerjestham

Seuntai Cinta untuk Orang Tua : Sebuah Pesan dari Hati untuk Anak-anak Bangsa

Pulo Brayan, Kota Medan - (20/01/25) Di sebuah minimarket yang ramai, langit senja mulai berwarna jingga ketika Jestham bertemu dengan sekelompok anak sekolah yang baru pulang belajar. Suasana riuh mereka seketika menarik perhatiannya. Dengan senyum ramah, Jestham menyapa, "Jam berapa kalian pulang sekolah?" Seorang anak dengan seragam masih rapi menjawab, "Biasanya jam satu lebih, kalau Jumat lebih cepat, jam sebelas" Percakapan pun mengalir begitu saja, dari topik sederhana tentang jadwal sekolah hingga hal-hal yang lebih mendalam tentang kehidupan mereka. Tanpa disadari, obrolan ringan ini berubah menjadi sebuah ruang berbagi yang penuh kejujuran dan kehangatan.



Jestham kemudian mengajukan pertanyaan yang membuat mereka terdiam sejenak, "Kalian sayang nggak sama orang tua? Siapa yang paling kalian sayang, Mama atau Papa?" Seorang anak perempuan dengan suara lirih berkata, "Aku lebih sayang Mama, tapi aku nggak pernah bisa bilang 'sayang' langsung ke dia." Matanya berkaca-kaca, mengungkapkan betapa sulitnya bagi dia untuk mengekspresikan perasaan yang sebenarnya sederhana itu. Jestham mengangguk paham, lalu berbagi nasihat, "Terkadang kita merasa sungkan atau gengsi, tapi percayalah, orang tua selalu senang mendengar kata-kata sayang dari anak-anaknya." Anak-anak itu terdiam, mungkin mulai merenungkan betapa selama ini mereka lupa atau malu mengungkapkan perasaan mereka sendiri.



Persahabatan mereka pun ternyata bukan sekadar kebersamaan biasa. Dalam canda tawa yang tampak di permukaan, tersimpan cerita tentang saling mendukung saat gagal, tentang air mata yang ditumpahkan ketika nilai tak sesuai harapan, dan tentang janji-janji kecil untuk selalu ada satu sama lain. Jestham melihat bagaimana ikatan itu terbentuk bukan karena kesamaan hobi semata, melainkan karena pengertian akan keunikan masing-masing individu.



Secercah Doa dan Harapan Para Anak
Secercah Doa dan Harapan Para Anak


Satu per satu, anak-anak itu mulai membuka hati tentang harapan mereka untuk orang tua. Ada yang ingin Ibunya tidak terlalu lelah bekerja, ada yang berjanji akan membahagiakan Ayahnya kelak, dan ada pula yang diam-diam menyimpan rasa khawatir untuk orang tua yang sudah berjuang keras menghidupi keluarga. Seorang anak laki-laki, yang ternyata anak tunggal, berkata dengan nada tegas, "Aku harus kuat, karena aku satu-satunya cowok di rumah. Aku mau jaga Mama dan Kakak." Jestham terharu mendengarnya, di usia yang masih begitu muda, mereka sudah memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang besar terhadap keluarga.



Yang paling menyentuh adalah cara mereka memandang orang tua. Dalam pandangan mata yang berbinar itu, tergambar kekhawatiran akan orang tua yang bekerja terlalu keras, harapan untuk bisa membahagiakan mereka kelak, dan tekad untuk menjadi anak yang lebih baik.



Di akhir pertemuan, Jestham memberikan sedikit rezeki dan pesan penyemangat sebagai sebuah kesadaran baru. "Tetap semangat dimana pun kalian berada, sayang selalu sama orang tua, rajin sekolahnya dan jangan lupa berdoa," Anak-anak itu mengangguk antusias, wajah mereka bersinar dengan harapan baru. Percakapan singkat ini mungkin terlihat biasa, tetapi sesungguhnya ia meninggalkan kesan mendalam, baik bagi anak-anak yang merasa didengarkan maupun bagi Jestham yang kembali diingatkan tentang betapa tulus dan jernihnya hati anak-anak.



Momen itu mungkin berlalu cepat, tetapi pesannya abadi, bahwa kadang kita perlu belajar mendengar lebih dalam, melihat lebih jeli, dan menghargai setiap interaksi sederhana sebagai kesempatan untuk saling menginspirasi. Di tengah rutinitas yang seringkali melelahkan, percikan-percikan kebijaksanaan semacam ini adalah pengingat akan apa yang benar-benar penting dalam hidup.

Referensihttps://www.youtube.com/watch?v=g6pMn_CDoCw